Sabtu, 27 Februari 2021

 

DASAR-DASAR PEMAHAMAN ISLAM MUHAMMADIYAH


A.    Sejarah Pemikiran Keagamaan Muhammadiyah

Dari berbagai kajian dan penelitian yang pernah dilakukan oleh banyak kalangantentang Muhammadiyah, menunjukan bahwa tujuan yang paling pokok dari idiologi dasar muhammadiyah untuk pemecahan peraktis mengenai persoalaan sosial berdasarkan perspektif agama.

Kecenderungan melihat ISLAM sebagai rujukan utama bagi pemecahan masalah sosial ekonomi, kenyataanya menjadi orientasi idiologi dominan pada abad dua puluh. Pendekatan ini pada satu sisi menunjukan komitmen Muhammadiyah terhadap kondisi masyarakat islam, dan pada sisi lain Muhammadiyah menerima dan melakukan reformasi.

Muhammadiyah percaya bahwa kepedulian utama dari setiap gerakan reformasi hendaknya diarahkan pada pembangunan kembali wawasan dasar keagamaan. Dalam menendukung kebenaran tujuan pembaharuan Muhammdiyah yakin bahwa sumber-sumber pokok ajaran islam bisa diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan keagamaan, sosial, ekonomi, polotik.[1]

Pandangan seperti ini sangat berbeda dengan padangan kaum muslimin yang ada di indonesia yang mengedepankan hanya mengamalkan islam sebatas pada masalah ibadah khusus saja. Oleh karena itu Muhammadiyah tidak hanya untuk mengarahkan pemahaman keagamaan, tetapi juga di arahkan programnya pada formulasi aksi nyata, yang memungkinkan masyarakat muslim di Indonesia bisa mengatasi persoalan akibat dari perubahan yang semakin cepat.

Wawasan keagamaan yang telah diletakan oleh pimpinan Muhammadiyah terdahulu, menjadi dasar yang sangat penting untuk membentik orientasi idiologi gerakan. Pada tataran teori, idiologi dirumuskan berdasarkan prioritas nasional. Idiologi memaikan peran yang sangat penting bagi kehidupan organisasi : memuat sepereangkat doktrin dan keyakinan yang dirumuskan dalam program dan tujuan yang jelas. Didalamnya terdapat seperngkat kritik terhadap tatanan yang ingin dirubah oleh Muhammadiyah.

Oleh karena itu : idiologi memberikan kepada persyarikatan bukan hanya :

·      rencana untuk memecahkan persoalan, tetapi juga

·      seperangakat nilai,

·      keyakinan,

·      nilai-nilai,

·      argumentasi-argumentasi.

Dengan kata lain idiologi memberikan arahan, pengabsahan, alat untuk mempertahankan diri, inspirasi dan harapan.

Tugas yang diemban oleh Muhammadiyah sekurang-kurangnya ada tiga :

a.    Islam memberikan dasar teologis bagi misi reformis Muhammadiyah

b.   Muhammadiyah menyimpulkan bahwa prinsip dasar dan iman memiliki implikasi yang sangat luas untuk perubahan sosial

c.    Muhammadiyah yakin bahwa sebagai satu keyakinan yang benar, maka makna islam itu hanya akan sempurna dalam tindakan nyata.

 

B.     Pemikiran Keagamaan Muhammadiayh; Kerangka Dasar dan Implementasinya

Kerangka dasar pemikiran keagamaan Muhammadiyah adalah al-ruju’ ila al-qur’an wa al-sunah al-makbulah dan tajdid ad-din. Kerangka dasar tersebut belum lagi dikembangkan dalam metodologi dan manhaj yang kongkrit dalam perkembangan pemikiran Muhammadiyah. Untuk memahami, memahami al-qur’an dan as-sunah diantaranya adalah dengan cara teks-tual / longiudinal/tahlily dan kontekstual tematik. Coraknya juga banyak; ada tafsir filologis (yang menggunakan ilmu-ilmu linguistik, filologi, sintaksis, simiotik, stilistik, retorika sebagai perangkat pendukung untuk memaknai al-qur’an dan as-sunah), ada tafsir ahkam (tafsir eksoterik - mengambil pengetahuan dari kualifikasi hukum, ada tafsir historis (tafsir birriwayah/bilma’tsur), ada tafsir teologis (dilakukan untuk memperkuat opini-opini doktrinal aliran teologis), ada tafsir filosofis (tafsir mistis dengan menggunakan ta’wil estetik), ada tafsir mistis ( tafsir eroteris) dan ada tafsir ilmy tafsir estetik (metafor) dll. Di samping itu semua juga ada pendekatan yang dapat dilakukan untuk memaknai teks-teks al-Qur’an dan al-Sunnah, yaitu ada pendekatan bayyani, burhani, dan irfany.

Secara idealis qaidah Majlis Tarjih berguna untuk menyamakan prinsip dan pandangan di kalangan ulama Muhammadiyah dalam soal pendekatan dan metode kajian. Keperluannya sekurang-kurangnya ada dua, pertama : untuk menyatukan pandangan tentang metode analisis, sehingga dapat dijadikan acuan bersama dalam proses kajian di lingkungan Muhammadiyah. Kedua : menyamakan prinsip dan pandangan di kalangan warga Muhammadiyah dalam soal pendekatan/metode kajian sehingga jika terdapat perbedaan tidak lagi pada hal-hal yang mendasar, tetapi pada ketajaman dan keseksamaan dalam proses analisisnya. Kaidah tersebut secara peraktis digunakan sebagai acuan dalam proses kajian.

 

C.    Faham dan Keyakinan Agama Muhammadiyah

Faham dan keyakinan agama seseorang mempunyai pengaruh yang cukup besar dan kuat terhadap pemahahaman, pandangan dan sikap hidup para pemeluknya. Semakin luas dan mendalam pemahaman dan keyakinan agama seseorang, maka menjadi bertambah besar dan kuat pula pengaruhnya terhadap hidup dan kehidupannya.

Al-lslam untuk sebutan agama, pengertiannya adalah semua agama Allah yang diturunkan kepada para Rasul (utusannya), sejak yang pertama sampai yang terakhir, penutup semua nabi dan Rasul-Nya, ialah Muhammad saw. Dan hanya al-Islamlah yang berhak disebut agama Allah. Agama Islam yang dibawa oleh para Rasul sebelum nabi Muhammad saw. hanyalah untuk umat tertentu saja. Sedangkan agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammmad saw. adalah untuk seluruh umat manusia (universal) dan berlaku sepanjang masa, serta dengan penyesuaian dan penyempurnaan meneruskan agama-agama Islam yang dibawa oleh para Rasul sebelumnya. Sejak datangnya Muhammd saw. hanya agama yang dibawanyalah yang berlaku.

Agama Islam yang diturunkan dengan perantaraan para rasul tersebut merupakan wahyu Allah, yang berupa firman-firman-Nya, yang diibaratkan sebagai tali Allah/hablumminallah yang menghubungkan manusia dengan Allah. Fungsinya adalah sebagai pembimbing/petunjuk menuju kebenaran yang hakiki/al-haq yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam usahanya menemukan pola dan jalan hidup dan kehidupan yang harus dilaluinya.

Ajaran Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad bersumber pokok pada al-Quran dan Sunnahnya, yang untuk memahaminya diperlukan akal pikiran yang jernih sesuai dengan jiwa ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan padu, penuh keseimbangan dan keserasian.

Pemahaman seperti ini akan memberikan pengertian secara jelas bahwa agama Islam itu adalah Risalah Allah kepada umat manusia mengenai soal hidup dan kehidupan di dunia ini untuk menuju kehidupan akhirat yang lebih baik. Pemahaman dan penerapan Islam seperti itu merupakan cita-cita agama Islam. Rasul Allah telah membimbing manusia bagaimana cara melaksanakan Islam dalam kehidupan sehari-hari

Pemahaman kita tentang Islam pada hakikatnya adalah pemikiran tentang bagaimana cara hendak melaksanakan al-Islam, yang agama al-Islam itu secara sungguh-sungguh apabila agama Allah yang diyakini kebenarannya ini diamalkan secara bersungguh-sungguh dengan pemikiran-pemikiran yang benar, niscaya akan betul-betul membahagiakan pada setiap muslim pada umumnya. Pengamalan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh harus tampak dalam bentuk karya nyata dan terlaksana dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Islam itu adalah sesuatu yang bergerak (dinamis). Jika ada umat yang tidak bergerak atau hanya statis, maka yang demikian itu merupakan indikasi dari adanya kekurangan, kesalah fahaman atau ketidakbenaran pemahaman agamanya. Kekurangan, kesalahan atau ketidak benaran pemahaman tersebut bisa disebabkan oleh ; belum meresapnya Islam di dalam jiwanya, atau juga mungkin disebabkan oleh adanya hal-hal lain yang mencampuri Islamnya (tahayul, bid'ah dan khurafat), sehingga Islamnya menjadi beku (statis). Akan tetapi manakala Islam dapat dilaksanakan dengan baik, benar dan konsekuen, pasti Islam tersebut bergerak membawa kemajuan. Bergerak ke arah yang bermanfaat, dan tidak mencelakakan masyarakat, bahkan dapat mencerahkan dan membahagiakannya.

Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada ummat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi  dan ukhrawi.

 

D.    Pengertian Agama

Tidak ada satupun definisi agama yang dapat diterima secara umum. Para filosof, sosiolog, psikolog, dan teolog telah merumuskan definisi tentang agama menurut caranya masing-masing. Tidak adanya definisi yang dapat diterima secara umum itu, antara lain dikarenakan memberikan definisi atau pengertian agama itu merupakan hal yang cukup sulit. Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama karena pengalaman agama itu adalah soal bathin dan subyektif, juga sangat individualistis. Kedua ialah, bahwa barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agama, maka dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga sulit memberikan arti kalimat agama itu. Ketiga ialah, bahwa konsepsi tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian tentang agama itu.

Dalam arti teknis, kata religion (bahasa lnggris), sama dengan religie (bahasa Belanda), din (bahasa Arab), dan agama (bahasa Indonesia). Kemudian, baik religion (bahasa lnggrjs) maupun religie (bahasa Belanda), kedua-duanya berasal dari bahasa induk kedua bahasa termaksud, yaitu bahasa Latin : "relegere, to treat carefully, relegare, to bind together; atau religare, to recover". Religi dapat juga diartikan mengumpulkan dan membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan, yang dibaca dari sebuah kumpulan berbentuk kitab suci.

Secara Etimologis (bahasa), kata Agama berasal dari bahasa Sanskerta, “agama” berarti “tradisi” atau “A” artinya “tidak”, “GAMA” artinya kacau. Sehingga agama berarti “tidak kacau”. Agama dalam bahasa Latin disebut “religio” atau “religere” yang artinya mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungan dengan ilahi. Sedangkan dalam bahasa Arab agama disebut “Din” berasal dari kata “dana yadinu dinan” berarti tatanan, sistem atau tatacara hidup. Jadi, Din berarti tatacara hidup.

Secara Terminologis (istilah), Menurut ensiklopedi nasional Indonesia agama adalah  aturan atau tata cara hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama disebut sebagai ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Pengertian Agama menurut Para Ahli, Para Ahli mengemukakan pendapatnya tentang agama, sebagai berikut:

1.    Anthoni F.C. Wallace

Menurut Anthoni F.C. Wallace, istilah agama adalah serangkaian upacara yang dirasionalisasi dengan adanya mitos dan yang menggerakkan kekuatan gaib sehingga hal-hal pada manusia dan alam semesta dapat berubah.

2.    Emile Durkheim

Menurut Emile Durkheim, makna agama adalah sistem yang terdiri dari kepercayaan dan praktik yang berkaitan dengan urusan sakral dan menyatukan pengikutnya dalam komunitas moral.

3.    Nicolaus Driyarkara SJ

Menurut Nicolaus Driyarkara SJ, konsep agama adalah kepercayaan karena ada kekuatan gaib yang mengatur dan menciptakan alam dan segala yang ada di dalamnya.

4.    Jappy Pellokila

Menurut Jappy Pellokila, konsep agama adalah keyakinan yang percaya pada Tuhan yang maha kuasa dan hukum-hukumnya.

5.    Damianus Hendropuspito

Menurut Damianus Hendropuspito, konsep agama adalah sistem nilai yang mengatur hubungan antara manusia dan alam semesta, yang memiliki hubungan dengan iman.

6.    Harun Nasution

Harun Nasution, memberikan definisi-definisi tentang agama sebagai berikut:

a.    Pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.

b.    Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.

c.    Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di Iuar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan manusia.

d.   Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.

e.    Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.

f.     Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersum-ber dari suatu kekuatan gaib

g.    Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat pada alam sekitar manusia.

h.    Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.

Dari definisi-definisi di atas, tampaklah bahwa pengertian agama yang disodorkan para ahli berbeda, sesuai pendekatan yang digunakan masing-masing. Dalam hubungan ini, para filosof, sosiolog, psikolog dan teolog berbeda pendapatnya mengenai agama, karena pendekatan mereka juga berbeda. Endang S. Anshari mengemukakan: Sebagian filosof beranggapan bahwa religion itu adalah supertitious structure of incoherent metafhisical nations; sebagian ahli sosiologi lebih senang menyebut religion sebagai collective expression of human values; para pengikut Karl Max mendefinisikan religion dengan the opiate of the people.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa tak ada batasan tegas mengenai religion, yang mencakup berbagai fenomena religion itu. Walaupun agak mustahil memberikan definisi yang sempuma tentang religion, namun ada bentuk-bentuk yang mempunyai ciri-ciri khas dari aktivitas religion, yaitu: kebaktian; kebiasaan antara sakral dengan yang pro/an; kepercayaan terhadap jiwa; kepercayaan terhadap Dewa-dewa atau Tuhan; penerimaan atas wahyu yang supranatural; dan pencarian keselamatan.

 

E.     Sumber Ajaran Islam

Kerangka dasar pemikiran keagamaan yang berkemajuan adalah al-ruju’ ila al-Quran wa al-sunnah al-maqbulah wa tajdid al-din.[2] Yakni sumber dari ajaran Islam adalah al-Quran dan sunnah Rasul. Dimana yang dimaksud dengan al-Quran itu ialah kitab Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. Sedangkan yang dimaksud dengan sunnah Rasul ialah penjelasan dan pelaksanaan al-Quran oleh nabi Muhammad saw., dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.[3] Namun kerangka dasar tersebut belum lagi dikembangkan dalam metodologi dan manhaj yang konkret dalam pemikiran keagamaan.

Problematikanya muncul ketika upaya untuk kembali kepada al-Quran dan sunnah tersebut diimplementasikan dalam keshidupan sehari-hari. Banyak cara, metode, pendekatan yang dapat dilakukan untuk memahami, memaknai al-Quran dan sunnah. Diantaranya adalah dengan cara tekstualdan konteks-tual. Coraknya juga banyak ada tafsir filosofis, ada tafsir ahkam, tafsir mistis, tafsir ilmy, tafsir estetik, dan lain-lain. Disamping itu semua ada juga beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk memaknai teks-teks al-Quran dan sunnah, yaitu pendekatan bayani, pendekatan burhani dan pendekatan irfany.

Dalam paham Islam yang berkemajuan tajdid fil Islam, artinya selalu menjadikan Islam yang bersumber pada al-Quran dan sunnah, sebagai titik tolak pergerakannya, dan menjadikannya sebagai tolok ukur untuk melihat perjalanan dari hasil kerjanya. Namun dalam perjalanan sejarah pola tersebut tidak mudah untuk direalisasikan, karena ada kecendrungan nash-nash al-Quran dan sunnah tersebut oleh masyarakat hanya difahami secara tekstual, sehingga tidak lagi memadai untuk merespon perkembangan peradaban manusia.

 

F.     Unsur Agama

Untuk menjelaskan definisi agama adalah sesuatu yang sangat kompleks. Penjelasan oleh para ahli tidak bisa sepenuhnya menjawab realitas agama dalam kehidupan manusia. Untuk membantu kita memahami makna agama, kita perlu mengetahui elemen-elemen dasar yang terkandung dalam agama itu sendiri. Ada beberapa pandangan mengenai unsur agama itu sendiri. Satu kelompok berpandangann bahwa unsur dalam agama adalah:

1.    Manusia, Manusia adalah makhluk yang dapat bernalar, berpikir dan mencoba memuaskan kebutuhannya. Dalam hal ini, manusia adalah orang atau penganut suatu agama yang berpikir dan percaya bahwa ada sesuatu di luar dirinya yang memiliki kekuatan yang tidak dapat dijelaskan oleh hukum alam.

2.    Penghambaan, Dalam konteks agama, penghambaan bukan berarti perbudakan. Tetapi lebih untuk kebutuhan manusia akan kedudukannya di hadapan Sang Pencipta. Dalam hal ini, penghambaan manusia kepada Tuhan akan melibatkan banyak hal, seperti: simbol agama, praktik keagamaan, dan pengalaman religius manusia.

3.    Tuhan, Pada dasarnya, tidak ada kesepakatan tentang konsep Tuhan, sehingga ada banyak konsep tentang Tuhan seperti teisme, deisme, panteisme dan lainnya. Namun, secara umum, Tuhan dipahami sebagai roh yang maha kuasa dan prinsip kepercayaan. Dalam ajaran teisme, Tuhan adalah pencipta dan pengatur semua peristiwa di alam semesta.

Kelompok lain berpandangan bahwa unsur agama adalah sebagai berikut:

1.    Keyakinan (credial, akidah), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini pengatur dan pencipta alam.

2.    Peribadatan (ritual, ibadah), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.

3.    Sistem nilai (Value, sumber hukum, syari’at) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinan tersebut.

Harun Nasution4 mengemukakan unsur-unsur penting yang ada dalam agama, yaitu sebagai berikut:

1.    Kekuatan gaib: Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat kepada kekuatan gaib tersebut sebagai tempat meminta tolong.

2.    Keyakinan manusia, bahwa kesejahteraannya di dunia dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan dengan kekuatan gaib dimaksud.

3.    Respon yang bersifat emosional dari manusia.

4.    Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib dalam kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abbas, Abibi Fauzi. FAHAM AGAMA DALAM MUHAMMADIYAH. (Jakarta: Uhamka Press, 2015).

 

Muhammad Wiharto, Menggali Khazanah Pemikiran & Paham Islam dalam Muhammadiyah, Majlis Pendidikan Kader Muhammadiyah

 

Syamsul Hidayat, Metodologi Pemikiran Islam dalam Muhammadiyah, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007

 



[1] Afifi Fauzi Abbas, FAHAM AGAMA DALAM MUHAMMADIYAH,(JAKARTA: Uhamka Press, 2015) h.6

[2]Syamsul Hidayat, Metodologi Pemikiran Islam dalam Muhammadiyah, Jurnal Studi Islam, Vol. 9, No. 1, Januari 2007

[3] Muhammad Wiharto, Menggali Khazanah Pemikiran & Paham Islam dalam Muhammadiyah, Majlis Pendidikan Kader Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar