Sabtu, 27 Februari 2021

 

A.    Sejarah Inflasi dalam Perspektif Konvensional dan Islam

1.      Kerajaan Byzantium berusaha keras untuk mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditasnya sebanyak mungkin ke negara-negara lain dan mencegah impor agar dapat mengumpulkan emas sebanyak-banyaknya. Kemudian yang terjadi adalah kenaikan tingkat harga komoditasnya sendiri.

2.      Awal inflasi mata uang dinar dimulai bahkan ketika Irak sedang berada dalam puncak kejayaannya.

3.      Revolusi harga di Eropa terjadi sepanjang abad, pola kenaikan tingkat harga pertama kali tampak di Italia dan Jerman sekitar tahun 1470. Inflasi kemudian menyerang ke negara-negara Eropa lainnya dalam beberapa tahapan.

4.      Pada tahun 1870, Prancis juga mengalami inflasi. Diduga ada hubungan besar antara kenaikan tingkat inflasi dengan kenaikan produksi emas. Menurut Michael Chevalier (seorang ekonom Prancis pada abad ke-19), pada tahun 1859 mengatakan bahwa pertambahan penawaran emas akibat ditemukannya tambang-tambang emas baru sehingga mengakibatkan turunnya harga emas relatif yang akan membawa pada turunnya nilai riil emas (inflasi) atau naiknya tingkat harga seluruh barang kecuali emas.[1]

 

B.     Teori Inflasi Konvensional

Secara umum inflasi adalaah kenaikan tingkat harga secara umum dari barang atau komoditas dan jasa selama suatu priode tertentu. Menurut Raharja dan Manurung inflasi adalah gejala kenaikan harga barng-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Sedangkan menurut Sukirno inflasi adalah kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar.[2]

Kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi,
kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada barang
lainnya. Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang dialami oleh hampir semua
negara di dunia. Dampak inflasi antara lain: menimbulkan gangguan fungsi uang,
melemahkan semangat menabung, meningkatkan kecenderungan untuk belanja,
pengerukan tabungan dan penumpukan uang, permainan harga diatas standar,
kemampuan, penumpukan kekayaan dan investasi non produktif, serta distribusi
barang relatif tidak stabil dan terkonsentrasi.[3]

Keynes mengungkapkan bahwa kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap
permintaan total karena inflasi dapat terjadi jika tingkat kuantitas uang konstan.
Saat jumlah uang beredar meningkat maka permintaan uang untuk bertransaksi
meningkat, dengan demikian akan menaikan suku bunga. Menurut Keynes inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuannya, sehingga terjadi
perubahan pendapatan diantara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.[4]

Terdapat tiga komponen yang harus dipenuhi dalam proses inflasi: pertama
ada sebuah kecenderungan kenaikan harga-harga, walaupun pada waktu tertentu
terjadi penurunan atau kenaikan dibanding dengan sebelumnya, tetapi tetap
menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Kedua kenaikan harga yang terjadi
bersifat umum yang berarti peningkatan harga tidak dialami oleh satu atau beberapa
komoditas saja. Ketiga peningkatan harga yang berlangsung terus menerus yang
berarti tidak hanya terjadi pada satu waktu saja.[5]Inflasi dapat disebabkan oleh
terlalu kuatnya peningkatan agregat permintaan masyarakat atas komoditi-komoditi hasil produksi di pasar (Demand Pull Inflation) misalnya karena terlalu
banyaknya jumlah uang yang beredar, ataupun menurunnya agregat penawaran
dikarenakan meningkatnya biaya produksi (Cost Pull Inflation).

Menurut Sukirno penyebab dari terjadinya inflasi dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:

1.      Inflasi tarikan permintaan, inflasi ini biasanya terjadi ketika perekonomian berkembang pesat.

2.      Inflasi desakan biaya, inflasi ini juga terjadi ketika perekonomian sedang berkembang pesat dan tingkat pengangguran sangat rendah.

3.      Inflasi diimpor, inflasi ini terjadi apabila barang-barang yang diimpor mengalami kenaikan harga yang mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran-pengeluaran di perusahaan.[6]

Ekonomi aliran Keynesian yakin bahwa inflasi bisa terjadi terlepas dari pengaruh kondisi moneter. Ekonom lain lebih menitikberatkan pada faktor-faktor institusional, seperti suku bunga ditentukan oleh para politisi atau oleh bank sentral yang independen dan apakah bank sentral menentukan suatu target inflasi. Pada masa kini nilai instrinsik uang lebih rendah daripada nilai nominalnya, hal ini menjadi salah satu penyebab inflasi.[7]



[1] Naf’an,Ekonomi Makro;Tinjauan Ekonomi Syariah,(Yogyakarta: Graha Ilmu,2014), h. 108

[2] Ibid, h.109

[3]Boediono, Ekonomi Moneter, (Yogyakarta: BPFE, 2014), hlm. 162

[4]Gregory N. Mankiw, Makroekonomi, Edisi 6. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), h. 87

[5]Rahardja, P. dan Manurung, M., Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar, (Jakarta:
Lembaga Penerbit FE UI, 2008), h. 46

[6]Sadono Sukirno, Makro Ekonmi Teori Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008), h. 333

[7] Opcit,Naf’an,h.110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar